Rabu, 25 April 2012

Salam dari bohlam alam

Lam. Kita mengenal ini sebagai salah satu huruf Arab. Huruf ini berkerabat dengan huruf Ibrani "lamed", dan huruf Yunani "lambda", yang semuanya mewakili bunyi "l". Para pakar bahasa mengaitkan asal-usul huruf-huruf ini dengan makna "belajar", "mengajar", dan "mengetahui". Kita, yang jauh dari Arab dan Yunani, menyerap beberapa kata seperti "ilmu, "ulama", "mualim", "alamat", "maklum", dan "maklumat". Semuanya diturunkan dari "lam", dan maknanya terkait dengan "mengetahui".

Menariknya di bahasa kita sendiri, bunyi lam ada kemungkinan bermakna sebaliknya: yaitu "tidak tahu" atau "gelap". Kita mulai dari kelam, yang memang bermakna gelap. Kemudian malam, bagian hari yang gelap. Setelah itu menyelam, yaitu ketika kita memasuki bagian air yang lebih gelap; atau tenggelam, jika kita tidak naik lagi ke permukaan air. Dan bagian yang paling gelap dari sesuatu, adalah bagian yang paling dalam.

Ada satu kata lagi yang bermakna redup atau gelap: silam. Tapi kita lebih sering memakainya untuk waktu yang telah lampau.
Apakah ini pertanda bahwa kita memang melihat masa lalu sebagai hal yang gelap?
Kalau iya, maka positifnya kita ini orang yang optimis menghadapi masa depan.
Tetapi negatifnya, ini pertanda bahwa kita memang bukan orang yang peduli sejarah.

Lema sebelum: "Berita gempar: Lima lemparan di bawah par"
Lema sesudah: "Presiden Bambang: Suka bimbang, atau suka menimbang? (bagian satu)"

Jumat, 20 April 2012

Berita gempar: Lima lemparan di bawah par


Kita tidak akan bicara masalah golf, meski arena olahraga ini biasanya padang yang terhampar luas. Kita akan bicara tentang permukaan rata yang terbentang dari ujung satu ke ujung lain.

Ketika orang memukul dengan permukaan tangan yang rata, kita menyebutnya menampar. Atau menggampar. Jika orang terbawa ombak ke permukaan pantai yang rata, kita menyebutnya terdampar. Dan orang yang tergeletak di permukaan rata, disebut terkapar. Apabila dia bergerak-gerak di permukaan tadi, kita sebut menggelepar.

Makna yang terkandung di bunyi par ini memasuki pula dunia kiasan: ketika orang menguraikan sesuatu hal, membentangkan permasalahan, membeberkan sebuah persoalan, kita menyebutnya memaparkan.


Lema sebelum: Kata Indonesia untuk "spiral"
Lema sesudah: Salam dari bohlam alam

Selasa, 10 April 2012

Kata Indonesia untuk "spiral"


Di pelajaran matematika kita mengenal "bujur sangkar", "jajaran genjang", atau "layang-layang"; istilah yang diambil dari kosa kata bahasa kita sendiri. Tetapi untuk bentuk garis yang melingkar berulang-ulang, tampaknya kita tidak punya perbendaharaan kata sendiri. Karenanya kita serap penuh kata "spiral".

Padahal para pakar bahasa bisa mengusulkan sebuah kata yang berakhiran lit. Kita akan lihat bahwa bunyi ini erat kaitannya dengan makna melingkar berulang. Contoh yang bagus adalah melilit. Kemudian membelit. Atau ketika kita sakit perut, seolah-olah usus kita diputar beberapa kali: sembelit.

Jika kita bergerak seperti memutar berulang kali, orang menyebutnya jumpalit. Dan jika kita menghindar dengan gerakan seperti berputar ke sana-sini, kita namakan berkelit.

Kita pernah menciptakan kata baru dengan bunyi lit: tulalit. Nada telepon ini sangat akrab di telinga kita, meski tanpa "lirik"; dan naluri bahasa kita menerjemahkan melodinya dengan "tu-la-lit". Mengapa harus berakhiran lit? Mengapa tidak tidak dipilih "lirik" lain? Boleh jadi karena ada kaitan dengan kabel telepon yang memang berbentuk spiral ...

Jadi, bolehkah kita menciptakan kata Indonesia untuk "spiral"? Mengapa tidak. Kita bisa usulkan misalnya  "kwelit" ... sebuah gabungan dari lit dengan kata "kuwel-kuwel" :-)

Apakah kata baru ini bisa populer? Harus diakui, ini pertanyaan yang sulit.

Lema sebelum: Kedondong montong dari Hongkong (2) 
Lema sesudah: Berita gempar: Lima lemparan di bawah par

Rabu, 04 April 2012

Kedondong montong dari Hongkong (2)

[... sambungan]

Kelompok o-ong pertama dengan makna bulat memanjang bisa kita temukan di bentuk lonjong. Makanan berbentuk seperti ini adalah lontong. Binatang berbentuk ini misalnya sotong. Hantu yang bulat memanjang  kita sebut pocong. Sementara fase ketika kupu-kupu masih terbungkus bulat memanjang, diberi nama kepompong.

Mengancam orang dengan senjata bulat memanjang disebut menodong. Mulut binatang yang bulat memanjang kita namakan moncong. Kalau kita sendiri yang memanjangkan mulut, itu disebut monyong.

Kelompok o-ong kedua memiliki makna berlubang, tidak berisi, hampa, hilang, atau kosong alias melompong. Ini jelas terlihat di kata bolong, lubang. Atau di bagian bawah kasur: kolong. Ketika gigi tanggal, ada bagian gusi yang tidak terisi: ompong. Atau ketika perut tidak terisi: keroncong.

Kaos yang memiliki bagian yang hilang, disebut oblong. Ucapan yang hampa adalah bohong. Hal yang tidak berisi disebut bodong.

Menghilangkan barang secara tidak sah, alias mencuri, disebut mencolong. Jika sekedar membawa, memboyong. Kalau terjadi dalam proses jual beli, memborong.

Bahasan ini kita tutup dengan suara anjing di malam yang sepi, sunyi, hampa: lolong.

Lema sebelum: Kedondong montong dari Hongkong (1)
Lema sesudah: Kata Indonesia untuk "spiral"

Selasa, 03 April 2012

Kedondong montong dari Hongkong (1)


Apa persamaan cerobong, gorong-gorong, dan lorong?
Yang jelas kelihatan, ketiga kata ini berakhiran ong. Lantas, suku kata kedua dari akhir  berbunyi o. Kemudian maknanya: semuanya mengacu ke sebuah benda yang cenderung memanjang, berlubang di tengah, dan selubungnya  memiliki bagian yang melengkung.

Sifat yang sama ini bisa ditemukan di benda-benda lain yang juga berbunyi o-ong:
    corong
    kerongkong
    an
    selongsong
    teropong
    terowong
    an
Semuanya berlubang, cenderung memanjang dengan bagian luar membulat.

Kita akan lihat bahwa kedua sifat ini yaitu:
    berlubang, dan
    bulat memanjang
membentuk 2 kelompok kata lain yang juga berbunyi o-ong.

[bersambung ...]

Lema sebelum: Cut! Take Two.
Lema sesudah:  Kedondong montong dari Hongkong (2)