Rabu, 16 Mei 2012

Angklung Jerman


Dari mana asal kata angklung? Tak diragukan lagi, ini berasal dari klang-kling-klung yang kita asosiasikan sebagai bunyi yang keluar dari alat musik bambu ini.

Puluhan ribu kilometer dari tempat kita, orang Jerman ternyata memiliki asosiasi yang mirip. Mereka juga memiliki kata Klang, kling, dan geklungen, yang kesemuanya terkait dengan makna "bunyi".

"Klang" artinya "bunyi"; "Kling!" berarti "Berbunyilah!"; "geklungen", dengan didampingi kata bantu "haben" berarti "telah berbunyi", dan dengan didampingi kata bantu "werden" memiliki makna "dibunyikan".

Menariknya, kita mengaitkan klang-kling-klung dengan bunyi bambu, sementara orang Jerman mengaitkan dengan bunyi besi, tepatnya ketika pedang beradu dengan baju zirah para ksatria. Hingga kini orang Jerman menyebut bilah pedang itu Klinge.

Apakah ini contoh dari ungkapan "bahasa menunjukkan bangsa"? Leluhur bangsa Jerman senang pertempuran, sementara leluhur kita senang menikmati alunan musik bambu?

Lema sebelum: "Presiden Bambang: Suka bimbang, atau suka menimbang? (bagian dua)"
Lema sesudah: Tak ada kerabat sahabat pun berguna (1/3)

Kamis, 03 Mei 2012

Presiden Bambang: Suka bimbang, atau suka menimbang? (bagian dua)

[sambungan]

Kita sudah melihat bagaimana bunyi bang bergerak dari lubang ke gerbang. Gerbang, sebagai tempat keluar masuk, merupakan pintu, dan tentu harus bisa dibuka. Sebagai pintu dia memiliki ambang; dan gerakan daun pintu terbuka lebar-lebar disebut mengembang. Kata kembang sendiri tampaknya kemudian dipakai juga ke gerakan kelopak bunga yang membuka; hingga akhirnya kita secara umum menyebut bunga itu kembang.

Gerbang biasanya berada di perbatasan, yaitu sebuah garis yang memisahkan dua keadaan yang berbeda. Jika kedua keadaan ini berada di tingkatan yang sama, kita menyebutnya imbang. Tindakan membandingkan dua keadaan yang berbeda disebut menimbang.

Bila sesuatu berada stabil di antara dua keadaan berbeda, kita menyebutnya mengambang, jika di air; atau terbang, jika di udara. Yang pertama tidak tenggelam dan tidak mengapung; yang kedua tidak jatuh dan tidak membumbung tak terkendali.

Sebaliknya, jika tidak ada posisi stabil, tidak ada posisi jelas, orang menyebutnya terombang-ambing. Dan orang yang ragu mengambil posisi yang jelas, dikatakan bimbang.

Kembali ke pertanyaan di judul tulisan ini: Apakah Pak Bambang itu suka bimbang, atau suka menimbang? Jawabannya tampaknya tergantung apakah kita orang yang dekat dengan dia, atau yang merasa jauh dari dia.
Jawaban yang tampaknya benar: Beliau suka nembang ...

Lema sebelum: "Presiden Bambang: Suka bimbang, atau suka menimbang? (bagian satu)"
Lema sesudah: Angkung Jerman

Rabu, 02 Mei 2012

Presiden Bambang: Suka bimbang, atau suka menimbang? (bagian satu)

Kali ini kita akan membahas bunyi bang. Kita akan lihat bahwa bunyi ini boleh jadi mengalami beberapa pergeseran makna yang menarik.

Tapi kita lihat dulu makna awalnya, yaitu bolongan di tanah: lubang. Jika bolongannya tidak dalam, atau hanya lekukan, kita menyebutnya lembang. Jika lekukannya agak besar, hingga kerbau atau babi bisa berendam di sana: kubang. Lekukan atau bolongan yang lebih besar lagi, hingga orang bisa masuk ke dalam, dan mengambil emas, perak, atau logam dan bebatuan lain: tambang.

Apabila ada pohon runtuh hingga akar-akarnya tercabut, dan meninggalkan bolongan di tanah, kita menamakannya tumbang. Jika runtuhnya karena ulah manusia, kita istilahkan tebang.

Dari bolongan, tampaknya makna bang kemudian terkait dengan hal yang keluar masuk ke bolongan tadi. Misalnya jabang: bayi yang keluar dari rahim ibu. Kemudian subang: perhiasan yang masuk ke lubang di cuping telinga. Atau jambang: bejana untuk memasukkan tanaman atau bunga.

Satu tempat untuk keluar masuk akan menjadi kata penting untuk kita: gerbang. Kata ini tampaknya akan menjadi pintu bagi bunyi bang untuk bergerak ke arah makna lain. Ini akan kita lihat di bahasan berikutnya.

[bersambung]

Lema sebelum: Salam dari bohlam alam
Lema sesudah: "Presiden Bambang: Suka bimbang, atau suka menimbang? (bagian dua)"